C53: TERCANGGIH atau GAGAL?

    Kalian yang merupakan penggemar lokomotif uap, mungkin kenal dengan lokomotif C53. Lokomotif ini adalah salaha satu armada kereta cepat milik Staatsspoorwegen (SS). Sebenarnya, apa yang membuat lokomotif ini kontroversial? Jadi begini ceritanya...

LATAR BELAKANG

    Sebelumnya pada tahun 1914, SS sudah memiliki armada lokomotif ekspres. Lokomotif tersebut adalah SS 600 (B51), SS 650 (B53), & SS 700 (C50). Secara teoritis, kecepatan SS 700 adalah yang tercepat melebihi lokomotif diesel di Indonesia saat ini, kani 127 km/jam. Namun, kemampuan daya tarik SS 700 hanya dapat menarik beban 300 ton. Jika dihitung berdasarkan berat kosong gerbong saat ini, SS 700 hanya mampu menarik setara 8 gerbong.

SS 700 (C50) menarik Java Nacht Express

    Kemudian, SS memesan lokomotif tipe Pacific untuk menyempurnakan lok SS 700 kepada Werkspoor, Belanda. Namun, standarisasi yang diterapkan oleh SS terlalu berat. Syarat - syarat tersebut adalah: memiliki daya 1200 hp, mampu menarik beban 400 ton, & mampu melaju konstan 90 - 100 km/jam di jalur datar. 

SS 1015 (C53 15) DI Werkspoor

    Sekilas spesifikasi ini terlihat biasa, namun nyatanya spesifikasi ini tidak pernah diterapkan pada lokomotif dengan lebar sepur 1.067 mm. Karena beratnya standar tersebut, Werkspoor bekerja sama dengan Prof. Isaac Franco dari Universitas Teknologi Delft. Lok ini dibuat sepanjang Perang Dunia I antara tahun 1918 - 1919 & dikirimkan ke Jawa pada tahun 1920 - 1922.

SS 1011 (C53 11) di Tasikmalaya

    Lok baru ini diberi nomor SS 1001 - 1020 dengan total sebanyak 20 unit. Pada prakteknya, SS 1000 dilengkapi sejumlah teknologi canggih pada masanya seperti superheater, mechanical stocker, & 4 silinder compound untuk tujuan efisiensi. Desain lokomotif ini juga dinilai paling indah dibandingkan lokomotif SS lainnya. 
        
SS 1017 (C53 17) menarik Eendaagsche Express

KONTROVERSI
    Sekilas, dengan spesifikasi teknis & teknologi yang diterapkan pada SS 1000 ini membuat lok ini sangat dibanggakan oleh SS hingga menggeser posisi lok SS 700 secara drastis. Dengan demikian, lok ini banyak menarik kereta - kereta unggulan SS seperti Eendaagsche Express & Java Nacht Express. 

SS 1002 (C53 02), kemungkinan di Surabaya

    Namun pada prakteknya, SS 1000 sempat dicap sebagai lokomotif gagal. Bagaimana bisa demikian? Dalam ujicoba, SS 1000 akan bergetar pada kecepatan konstan 90 km/jam. Bahkan, SS pernah melakukan percobaan gila dengan memacu SS 1000 sampai 120 km/jam. Hal ini menyebabkan mechanical stocker tidak dapat memasok batu bara ke tungku api karena getaran yang dialami lok ini berubah menjadi guncangan keras.

SS 1002 (C53 02), 1930

    Bukan hanya permasalahan kestabilan, SS 1000 ini dilengkapi dengan 4 silinder compound yang tidak pernah dipakai di lokomotif lain. Secara teoritis, 4 silinder ini bertujuan agar bahan bakar dapat digunakan lebih efisien, sehingga lebih hemat bahan bakar. Namun kenyatannya, biaya untuk merawat 4 silinder compound ini lebih besar dibandingkan biaya pembelian bahan bakar. Werkspoor & Borsig hendak menyederhanakan 4 silinder compound ini menjadi 2 silinder compound. Namun, karena Malaise per tahun 1929, rencana ini batal total.

NASIB

    Pada akhirnya, SS 1000 hanya dijadikan artis video klip promosi SS. Inilah yang menyebabkan dokumentasi banyak diisi lok SS 1000 dibandingkan lok lain yang lebih baik, termasuk SS 700. Dengan semakin banyaknya berjalan kereta ekspres membuat SS 1000 tetap dioperasikan dengan biaya sangat tinggi.

SS 1326 (C28 26) di Buitenzorg

    Karena performa SS 1000 yang semakin lama semakin memburuk, akhirnya tugasnya menarik kereta ekspres digantikan SS 1300 (C28). Pada prakteknya, pengoperasian SS 1300 ini lebih baik karena mampu melaju konstan 95 km/jam. Lama - lama, SS 1000 mulai terlupakan termasuk saat datangnya Jepang ke Indonesia.
D52 dengan tender C53 di Jatinegara

    Saat Jepang menduduki Hindia - Belanda, SS 1000 diganti nomornya menjadi C53. Pada masanya ini, C53 tak pernah terlihat hingga tahun 1970an. Bahkan, Belanda yang kembali ke Indonesia tidak lagi mengurus C53 & lebih memilih untuk mengurus lok lainnya. Setelah perkeretaapian diserahkan kepada Republik Indonesia, banyak unit C53 akhirnya dibesituakan karena mahalnya biaya perawatan lok ini. Sementara itu, tendernya diserahkan kepada lok baru D52.

C53 17 di Bangil, 1980

    Pada tahun 1970an, tinggal 3 unit C53 di Sidotopo. Dua di antaranya adalah C53 05 & C53 17. C53 05 dibawa ke Madiun & masih terlihat hingga tahun 1973. Sementara itu, C53 17 dipindahkan ke Bangil & masih aktif hingga tahun 1980an sebelum akhirnya dibawa ke Museum Transportasi TMII, Jakarta bersama C21 03 & D11 08 yang juga dibawa dari Bangil.

C53 17 di Museum Transportasi TMII, 2002

KESIMPULAN    
    Sejarah & kontroversi C53 ini menunjukkan kalau standar spesifikasi tinggi tidak selamanya akan membuat performanya menjadi yang terbaik. Walaupun demikian, C53 ini menjadi pengalaman Werkspoor dalam menciptakan lokomotif & menjadi salah satu bagian perkeretaapian terbaik di Hindia - Belanda. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

C27: Si 'Cepat' yang 'Tersingkirkan'

CC50: 'BERGKONINGIN' DARI PRIANGAN

KLB 3 Januari 1946: Momen Menegangkan 'kabur' dari Jakarta