KLB 3 Januari 1946: Momen Menegangkan 'kabur' dari Jakarta

     Dalam sejarah Indonesia, ada sebuah pengalaman heroik yang pernah dialami Soekarno dalam usahanya untuk menyelamatkan Republik dari incaran Sekutu. Pengalaman tersebut terjadi pada tanggal 3 Januari 1946 sewaktu perjalanannya menembus malam dan secara diam-diam meninggalkan Jakarta. Apa yang sebenarnya terjadi?

LATAR BELAKANG

    Sesuai yang diketahui, Jepang menjanjikan kemerekaan Indonesia akan terlaksana pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun, janji tersebut gagal terlaksana karena Jepang menyerahkan kedaulatannya kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 akibat pengeboman Hiroshima-Nagasaki (6-9/8/1945) silam. Karena perdebatan Indoensia dengan Jepang, akhirnya dengan bantuan Laksamana Maeda, Indonesia dapat memprokamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Lantas, apa yang terjadi pada tanggal 24 Agustus 1945 tersebut?

    Sebelum Sekutu menduduki Indonesia, mereka membuat suatu kesepakatan, dimana inti dari kesekapatan tersebut adalah; Inggris sebagai perwakilan Sekutu akan menguasai Indonesia atas nama Belanda, dan kelak pendudukan tersebut akan diserahkan kepada Belanda untuk seterusnya. Inilah yang menjadi dasar Belanda kembali menduduki kembali tanah Nusantara. 

KEJADIAN

    Situasi Jakarta menjadi tidak aman saat Jakarta jatuh ke tangan Nederlandsch-Indische Civiele Adminisratie (NICA). Karena itu, pusat pemerintahan pada tahun 1945 masih berada di Jakarta. Kondisi Politik menjadi tidak kondusif akibat gangguan dan ancaman serangan NICA. Karenanya, tugas para pejabat tidak dapat berjalan baik, apalagi ulah tentara-tentara NICA dianggap sudah terlalu jauh. 

    Maka, timbullah wacana untuk membawa kabinet pemerintahan beserta kekuasaan Ibukota Negara menuju tempat lain. Dengan bantuan kesanggupan yang diulurkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, akhirnya disepakati untuk memindahkan pusat pemerintahan menuju Yogyakarta.

    Rencana tersebut dilaksanakan pada 3 Januari 1946, saat Dipo Jatinegara mempersiapkan sarana dan prasarana untuk membawa rombongan kabinet menuju Yogyakarta. 

1. Lokomotif: C28 49 DNG (Djatinegara)

2. Gerbong Bagasi: DL-8009 

3. Gerbong Penumpang 1: ABGL-8001

4. Gerbong Penumpang 2: ABGL-8004

5. Gerbong Makan: FL-8001

6. Gerbong Penumpang 3: SAGL-9006

7. Gerbong Penumpang 4: SAGL-9004

8. Gerbong Khusus: IL-7

9. Gerbong Khusus: IL-8

    Secara perlahan, lokomotif beserta rangkaian dipindahkan dari Stasiun Jatinegara menuju kediaman Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur no. 56 di sisi Utara Stasiun Manggarai. Lampu-lampu dalam kereta semuanya dimatikan agar tidak menimbulkan kecurigaan. Rangkaian tersebut tampak seperti langsiran gerbong biasa yang umum terjadi antara Stasiun Jatnegara dan Manggarai. Saat kereta tiba di belakang rumah Soekarno, orang-orang mulai memasuki gerbong dan kembali berangkat pukul 19.00 malam. 

    Kereta berjalan gelap antara kediaman Soekarno sampai lepas Stasiun Klender, baru setelah itu lampu kembali dinyalakan. Selama perjalanan, kereta berhenti di Stasiun Cikampek, Cirebon, Prupuk, Purwokerto, dan Gombong sebelum kereta akhirnya tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta. Saat kereta berhenti, ribuan rakyat menunggu sambil memekikan "Merdeka, merdeka..." di setiap stasiun. Kereta terus dikawal oleh pemuda-pemuda dari Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA). 

KLB Kepresidenan Soekarno, 4 Januari 1946

    Keesokan paginya pada tanggal 4 Januari 1946 kira-kira pukul 10.00 pagi, kereta tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta. Anggota tiba di Yogyakarta dan ditempatkan di Gedung Agung Yogyakarta. Maka, Indonesia dinyatakan aman dari ancaman NICA, setidaknya sampai Agresi Militer II berkecamuk.   

ARMADA

    Dimulai dari lokomotif kesayangan kita semua, yakni C28 49. Lokomotif ini dibuat oleh Esslingen, Jerman pada tahun 1921. C28 49 sempat muncul dalam video dokumentasi 'Djawa Baharoe' yang direkam pada 14 Oktober 2602 (penanggalan Jepang). Dalam video tersebut, C28 49 terlihat dengan dua bendera Jepang menyilang di depan lokomotif. C28 49 adalah salah satu lokomotif yang dalam kondisi relatif baik di Dipo Jatinegara, sehingga lok inilah yang dipilih untuk melakukan tugas penting ini. Namun setela peristiwa itu, tidak ada lagi catatan mengenai C28 49.

C28 49 tahun 1942

    Berikutnya adalah rangkaian SS 8000, yang berpengalaman dalam melayani kereta-kereta bendera SS. Rangkaian tersebut terdiri dari kereta kelas I & II (ABGL), kereta kelas III (CL), kereta makan (FL), kereta bagasi (DL), dan kereta pos (Post-L). Secara teknis, setiap gerbong memiliki panjang 18.5 m, lebar 2.7 m, dan tinggi 3.7 m. Umumnya, rangkaian ini digunakan untuk kereta jarak jauh, seperti Eendaagsche Express. Gerbong FL-8001 yang berada dalam rangkaian ini berhasil terselamatkan di Museum Transportasi TMII, sedangkan dua gerbong ABGL lainnya tidak terselamatkan. 

B23 01 & FL-8001 di Museum Transportasi TMII

    Selanjutnya adalah rangkaian SS 9000. Rangkaian ini dirakit oleh Beynes dan Werkspoor, Belanda pada tahun 1938. Berdasarkan beberapa foto-foto tentang rangkaian ini beserta prediksi lainnya, hasilnya terdiri dari kereta kelas I (SAGL), kereta kelas III (SCGL), dan kereta bagasi (BGL). Panjang setiap gerbong +20 m, lebar <3 m, dan tinggi +3,7 m. Rangkaian ini menggunakan bogie tipe Craddle (K2) dengan menggunakan rem vakun. Istimewanya, rangkaian ini dilengkapi dengan AC dari balok es yang merupakan salah satu rangkaian yang dilengkapi dengan AC pada masa itu. Saat ini tersisa dua gerbong SS 9000, yakni IW-38212 eks. K3-38201 serta IW-38221 eks. NRU-38201 yang kini keduanya dirangkai dalam satu rangkaian bernama 'Djoko Kendil' dari legenda Jawa. 

Gerbong SAGL-9000 buatan Werkspoor

    Dua gerbong terakhir adalah IL-7 dan IL-8 yang menjadi gerbong yang ditumpangi Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta saat perjalanan menuju Yogyakarta. Kedua gerbong ini memiliki spesifikasi teknis kurang lebih sama dengan SS 8000, tapi juga dilengkapi AC dari balok es seperti SS 9000. Kedua gerbong yang dibuat oleh Hoofd Werkplaats di Bandung pada tahun 1919 ini dikhususkan untuk Gouverneur-Generaal van Nederlands-Indie. Sempat terancam di masa Jepang, serta pernah dipakai oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan Kol. A. H. Nasution beserta jajaran kabinet lainnya, membuat kedua gerbong ini danggap berjasa sehingga kini dijaga dalam Museum Transportasi TMII. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

C27: Si 'Cepat' yang 'Tersingkirkan'

CC50: 'BERGKONINGIN' DARI PRIANGAN